Friday, July 10, 2009

Sawit Semakin Mengancam Orangutan

Perluasan areal tanaman kelapa sawit menjadi ancaman paling serius terhadap habitat orangutan saat ini, baik di wilayah Sumatera bagian utara maupun di Kalimantan.
Diperparah lagi dengan kondisi dari sekitar 61.234 ekor orangutan yang ada saat ini, sekitar 70 persen di antaranya tinggal di habitat dengan status bukan hutan konservasi atau bukan hutan lindung.

Demikian dikemukakan Deputy Program Director Orangutan Conservation Services Program (OCSP) Jamartin Sihite dalam lokakarya Jurnalisme Lingkungan untuk Konservasi Orangutan dan Habitatnya, yang berlangsung 11-13 Juli 2008 di Universitas Indonesia, Depok.

”Ketika berada di habitat dengan status hutan konservasi, spesies orangutan relatif lebih terlindungi karena berdasarkan status itu negara tidak mengizinkan pengalihan fungsi hutan,” kata Jamartin.

Penyebaran orangutan saat ini diperkirakan sebanyak 6.667 ekor berada di hutan primer seluas 14.452 kilometer persegi di kawasan Gunung Leuser wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bagian selatan dan Sumatera Utara. Kemudian sekitar 54.567 ekor orangutan menempati habitat hutan primer sekitar seluas 50.000 kilometer persegi di Kalimantan.

”Data itu resmi yang digunakan pemerintah saat ini. Namun, data itu berdasarkan pengkajian status populasi dan habitat yang dilakukan pada 2004 sehingga dimungkinkan populasi dan habitatnya sekarang sudah jauh berkurang, apalagi perluasan areal sawit dengan pola perkebunan inti rakyat sulit dikendalikan,” kata Jamartin.

Diperkirakan dalam 10 tahun mendatang jumlah populasi akan turun sampai 50 persen dan memasuki 50 tahun ke depan dikhawatirkan orangutan sebagai satwa asli Indonesia itu punah.

Harry Alexander dari Wildlife Conservation Society Program memaparkan, kebijakan pelestarian hutan dan sumber daya alam lainnya masih sangat buruk. Hal itu, misalnya, hak menguasai hutan bukan pada negara melainkan pemerintah pusat, pengelolaannya bersifat sentralistik, skala besar, monopoli dan oligopoli, tidak transparan, tidak melibatkan publik, tidak akuntabel, hilangnya pengakuan hak adat, tidak ada supremasi hukum, dan tidak ada mekanisme resolusi konflik.

Jito Sugarjito dari Asosiasi Pemerhati dan Ahli Primata Indonesia (Apapi) menuturkan, perlindungan orangutan dengan habitatnya akan menyelamatkan pula berbagai spesies lainnya. Untuk itulah, orangutan disebut sebagai spesies payung.

”Orangutan merupakan pemakan spesialis yang sangat rentan seandainya jumlah pohon di habitatnya terus berkurang. Ditambah lagi masa reproduksi yang lambat, bisa mencapai rata-rata 7 tahun, turut memengaruhi percepatan makin punahnya orangutan

1 comment:

  1. Bena, for me, Orang Utan 's presence is still important for the balance of our ecosystem, especially among the forests..... Besides, Orang Utan is sitll alive and they need protection.... Thay also want to live freely... Actually, the governmant has to put more efforts on this problem...

    ReplyDelete